Namaku intan sari nurul asmi, sekarang aku duduk di bangku SMA, umurku baru jalan 17 tahun, kebanyakan orang menganggapku aneh, kenapa? Semua berawal dari hujan.
Banyak yang nanya sama aku, kenapa aku suka hujan, dan jawabanya adalah dia, dia cinta pertamaku sebut saja dia Deden Rian Permana.
Waktu itu, aku baru masuk SMP, kelas 7 lah yah.
Sewaktu MOS (MASA ORIENTASI SISWA) aku melihat laki laki di sudut kelas, bersweater kuning, berbadan tinggi dan berkumis tipis.
Dari pertama aku melihatnya, aku langsung jatuh hati padanya.
Tatapanya yang tajam membuatku seketika membisu, senyumnya yang dibalut bibirnya yang tipis, dan cara berjalanya yang khas membuatku tak akan pernah lupa akan sosoknya.
Sewaktu MOS (MASA ORIENTASI SISWA) aku melihat laki laki di sudut kelas, bersweater kuning, berbadan tinggi dan berkumis tipis.
Dari pertama aku melihatnya, aku langsung jatuh hati padanya.
Tatapanya yang tajam membuatku seketika membisu, senyumnya yang dibalut bibirnya yang tipis, dan cara berjalanya yang khas membuatku tak akan pernah lupa akan sosoknya.
Sepulang MOS waktu itu, hujan mencegahku untuk pulang, hari mulai larut, tak ada lagi alasan untukku menunda pulang, aku mencoba untuk berjalan di tengah derasnya hujan, bukanya berhenti tapi hujan malah semakin deras.
Aku pun berteduh, dan hal yang tak pernah aku kira sebelumnya, aku berteduh di tempat dimana dia berteduh. Aku tak percaya seseorang yang telah membuatku jatuh hati berada di sampingku sekarang.
“Deden Rian Permana, kamu?” ucapnya sambil mengulurkan tanganya ke arah tangan kanan ku.
“aku Intan Sari Nurul Asmi, panggil aja aku intan” ucapku yang langsung menyambut uluran tanganya itu.
“kamu pasti kedinginan, iya kan?” tanyanya sambil melepaskan sweater kuningnya itu, lalu dia pakaikan ke tubuhku.
“makasih” ucapku sambil tersipu malu.
Dia hanya membalas perkataanku dengan senyumanya sambil bergegas pergi.
Aku pun berteduh, dan hal yang tak pernah aku kira sebelumnya, aku berteduh di tempat dimana dia berteduh. Aku tak percaya seseorang yang telah membuatku jatuh hati berada di sampingku sekarang.
“Deden Rian Permana, kamu?” ucapnya sambil mengulurkan tanganya ke arah tangan kanan ku.
“aku Intan Sari Nurul Asmi, panggil aja aku intan” ucapku yang langsung menyambut uluran tanganya itu.
“kamu pasti kedinginan, iya kan?” tanyanya sambil melepaskan sweater kuningnya itu, lalu dia pakaikan ke tubuhku.
“makasih” ucapku sambil tersipu malu.
Dia hanya membalas perkataanku dengan senyumanya sambil bergegas pergi.
Hari demi hari ku lewati, berharap hujan turun seperti biasanya karena dengan hujan, aku bisa mengingat tentang kita, tentang hujan, yang pernah menahannya di sampingku.
Hari pertama efektif belajar, hujan turun lagi, aku pun dengan sengaja berteduh di tempat yang sama, berharap hujan mengundangmu untuk kembali kesini.
Dan seseorang yang aku harapkan kedatanganya muncul juga di sampingku, takjub harapanku terwujud.
Dan seseorang yang aku harapkan kedatanganya muncul juga di sampingku, takjub harapanku terwujud.
“kamu lagi?” katanya sambil mengusap rambutnya yang agak tipis itu.
“iya, hehe” kata ku malu.
“aneh yah, hujan selalu mempertemukan kita, padahal di sekolah di tempat seharusnya kita ketemu tiap hari, aku jarang lihat kamu” katanya sambil memandang ke arahku.
“aku gak tau jawaban dari pertanyaan kamu itu” kata ku santai.
Laki laki ini lama kelamaan makin terlihat aneh, pada saat hujan turun dengan derasnya pun, dia malah memainkan tanganya pada air hujan itu sambil berkata:
“aku suka hujan tan”
“lalu?” tanyaku heran.
“kamu tau, kenapa aku suka hujan? Hujan bening seperti embun” ujarnya.
“hanya itu?” tanyaku memojokan.
“ia juga memberi kesegaran”
“sama dengan air bukan?”
“tidak, hujan beda dengan air!”
“bedanya?”
“hujan gak dateng setiap hari”
“hanya itu?”
“banyak”
“apa?”
“ia juga memberi kebahagiaan”
Aku semakin tidak mengerti dengan jalan fikiranya. Fikiranya membuatku penasaran apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan mengenai hujan itu. Adakah keistimewaan hujan selain membuat banjir dan susah manusia?
“kamu lihat deh!” tunjuk rian pada segerombolan anak kecil.
“iya”
“mereka begitu bahagia”
“begitulah anak kecil” kilahku.
“itu juga” tunjuk rian lagi.
Aku mengikuti telunjuk rian yang mengarah pada segerombolan anak remaja. Di tangan mereka mengenggam beberapa payung tapi tidak dipergunakan, bahkan ada anak remaja yang rela hujan-hujanan sambil mengikuti seorang bapak-bapak. Mereka itulah yang biasa kami sebut ojek payung. Mereka menyewakan payungnya kepada orang yang membutuhkan dengan imbalan sekian ribu.
“iya, aku melihatnya”
“mereka pasti bahagia”
“benarkah?”
“hujan memberikan rezeki bagi mereka”
“ya, kamu benar” aku mengangguk setuju.
“iya, hehe” kata ku malu.
“aneh yah, hujan selalu mempertemukan kita, padahal di sekolah di tempat seharusnya kita ketemu tiap hari, aku jarang lihat kamu” katanya sambil memandang ke arahku.
“aku gak tau jawaban dari pertanyaan kamu itu” kata ku santai.
Laki laki ini lama kelamaan makin terlihat aneh, pada saat hujan turun dengan derasnya pun, dia malah memainkan tanganya pada air hujan itu sambil berkata:
“aku suka hujan tan”
“lalu?” tanyaku heran.
“kamu tau, kenapa aku suka hujan? Hujan bening seperti embun” ujarnya.
“hanya itu?” tanyaku memojokan.
“ia juga memberi kesegaran”
“sama dengan air bukan?”
“tidak, hujan beda dengan air!”
“bedanya?”
“hujan gak dateng setiap hari”
“hanya itu?”
“banyak”
“apa?”
“ia juga memberi kebahagiaan”
Aku semakin tidak mengerti dengan jalan fikiranya. Fikiranya membuatku penasaran apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan mengenai hujan itu. Adakah keistimewaan hujan selain membuat banjir dan susah manusia?
“kamu lihat deh!” tunjuk rian pada segerombolan anak kecil.
“iya”
“mereka begitu bahagia”
“begitulah anak kecil” kilahku.
“itu juga” tunjuk rian lagi.
Aku mengikuti telunjuk rian yang mengarah pada segerombolan anak remaja. Di tangan mereka mengenggam beberapa payung tapi tidak dipergunakan, bahkan ada anak remaja yang rela hujan-hujanan sambil mengikuti seorang bapak-bapak. Mereka itulah yang biasa kami sebut ojek payung. Mereka menyewakan payungnya kepada orang yang membutuhkan dengan imbalan sekian ribu.
“iya, aku melihatnya”
“mereka pasti bahagia”
“benarkah?”
“hujan memberikan rezeki bagi mereka”
“ya, kamu benar” aku mengangguk setuju.
Hari semakin sore, hujan pun tak ada tanda-tanda untuk berhenti.
Aku masih menikmati guyuran hujan dengan rian, di tempat kita berteduh.
Tak ada kata lelah di bibirnya, ia selalu menunjukan betapa ia menggilai hujan.
“tan, kamu tau apa yang paling aku suka dari hujan?”
“apa?” tanyaku penasaran.
Rian menggandeng tanganku, hingga di luar dugaanku, dia melebarkan tanganya, menegadahkan wajahnya, ia biarkan rintikan hujan mengguyur tubuhnya, aku hanya bisa diam dan memandangi apa yang dilakukannya. Dia berlari di bawah guyuran hujan.
“intan?” bisik rian.
“iya?” jawabku.
Rian menatapku lekat, tatapan matanya begitu dalam, ini adalah kali pertama aku merasakan debaran jantung yang sangat kencang. Tangan rian perlahan meraih pundakku, ia dekatkan mulutnya ke telingaku, jantungku tak bisa ku kendalikan, ia semakin kencang berdetak. Di bawah guyuran hujan itu, ia memelukku begitu erat.
“aku suka hujan intan” desah rian.
“ya, aku tau” jawabku.
“karena hujan juga yang selalu menahan kamu disini, di sampingku” ujar rian.
“maksud kamu?” tanyaku keheranan.
Lagi lagi dia mengabaikan pertanyaanku dengan senyuman dan langsung bergegas pergi. Aku sempat berfikir apa dia juga merasakan apa yang ku rasakam? Entahlah aku bingung!
Aku masih menikmati guyuran hujan dengan rian, di tempat kita berteduh.
Tak ada kata lelah di bibirnya, ia selalu menunjukan betapa ia menggilai hujan.
“tan, kamu tau apa yang paling aku suka dari hujan?”
“apa?” tanyaku penasaran.
Rian menggandeng tanganku, hingga di luar dugaanku, dia melebarkan tanganya, menegadahkan wajahnya, ia biarkan rintikan hujan mengguyur tubuhnya, aku hanya bisa diam dan memandangi apa yang dilakukannya. Dia berlari di bawah guyuran hujan.
“intan?” bisik rian.
“iya?” jawabku.
Rian menatapku lekat, tatapan matanya begitu dalam, ini adalah kali pertama aku merasakan debaran jantung yang sangat kencang. Tangan rian perlahan meraih pundakku, ia dekatkan mulutnya ke telingaku, jantungku tak bisa ku kendalikan, ia semakin kencang berdetak. Di bawah guyuran hujan itu, ia memelukku begitu erat.
“aku suka hujan intan” desah rian.
“ya, aku tau” jawabku.
“karena hujan juga yang selalu menahan kamu disini, di sampingku” ujar rian.
“maksud kamu?” tanyaku keheranan.
Lagi lagi dia mengabaikan pertanyaanku dengan senyuman dan langsung bergegas pergi. Aku sempat berfikir apa dia juga merasakan apa yang ku rasakam? Entahlah aku bingung!
Setelah hari itu, aku tak pernah melihatnya lagi, melihat laki laki bersweater kuning, berkumis tipis, dam laki laki aneh karena dia menggilai hujan.
Setiap hujan turun, aku selalu menunggu dia, di tempat yang sama, walaupun hasilnya nihil, dia tak pernah datang.
Hingga sampai pada akhhrnya, aku mendengar pengumuman di kantor sekolah bahwa Deden Rian Permana meninggal dunia, karena kecelakaan motor pada saat hari ke 2 kita bertemu.
Aku shock, aku sedih, cinta pertamaku kini tiada lagi.
Tak ada lagi seseorang yang menemaniku kala hujan mulai turun.
Tapi rian, kamu tetap hidup bagiku, meskipun ragamu tak dapat ku lihat lagi, tapi setiap hujan turun aku percaya, selalu ada kamu disitu.
karena tiap senyumu berada di tiap tetes air hujan yang terlanjur membasahi bumi.
Hujan, alasan mengapa kita bertemu, dan kamu alasan aku suka hujan.
Aku gadis penggila hujan, setelah kamu mengenalkanku bahwa hujan adalah peristiwa indah, paling indah dan akan tetap paling indah, karena hujan pernah menahanmu disini, laki laki aneh!
Setiap hujan turun, aku selalu menunggu dia, di tempat yang sama, walaupun hasilnya nihil, dia tak pernah datang.
Hingga sampai pada akhhrnya, aku mendengar pengumuman di kantor sekolah bahwa Deden Rian Permana meninggal dunia, karena kecelakaan motor pada saat hari ke 2 kita bertemu.
Aku shock, aku sedih, cinta pertamaku kini tiada lagi.
Tak ada lagi seseorang yang menemaniku kala hujan mulai turun.
Tapi rian, kamu tetap hidup bagiku, meskipun ragamu tak dapat ku lihat lagi, tapi setiap hujan turun aku percaya, selalu ada kamu disitu.
karena tiap senyumu berada di tiap tetes air hujan yang terlanjur membasahi bumi.
Hujan, alasan mengapa kita bertemu, dan kamu alasan aku suka hujan.
Aku gadis penggila hujan, setelah kamu mengenalkanku bahwa hujan adalah peristiwa indah, paling indah dan akan tetap paling indah, karena hujan pernah menahanmu disini, laki laki aneh!
Follow Us
Stay updated via social channels